Allah swt. berfirman, ”Kemudian, apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya, Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.” (Q.S. Ali ‘Imran: 159) Allah juga berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.” (Q.S. Ali ‘Imran: 200) *** Seminggu terakhir, kita jadi prihatin lantaran berita ketidaklulusan dalam try out UAN yang dialami oleh sebagian siswa SLTP dan SLTA. Pasti mereka merasakan kesedihan yang mendalam. Betapa tidak. Mereka telah bersusah payah sekolah selama hampir tiga tahun. Tapi, gara-gara satu pelajaran yang di-UAN-kan di bawah nilai standar kelulusan, maka terpaksa mereka harus mengulang satu tahun lagi alias ngendok. Tahun-tahun sebelumnya, protes dari yang tidak lulus dan pihak-pihak pendukungnya gencar dilakukan. Tuntutan untuk mengadakan ujian ulang (her) juga begitu kuat. Bahkan, ada pula yang nekad membakar sekolahnya. Gonjang-ganjing ketidaklulusan UAN ini pun sampai ke Pemerintah Pusat. Namun, pihak Pusat tetap tidak mengabulkan tuntutan keras mereka. Lalu, bagaimana sebaiknya kita menyikapi hal itu secara arif dan islami? Tidak lulus UAN pada hakikatnya merupakan kegagalan. Itu pasti menyakitkan siapa pun yang mengalaminya. Bukan hanya yang gagal saja, tapi juga orang-orang terdekatnya. Dalam keadaan seperti ini, rasa frustasi dan putus asa pasti menghantui hati. Maka, jangan heran jika mereka yang tidak lulus UAN itu menangis, pingsan, mengamuk, dan bahkan melakukan tindakan anarkis lainnya. Semua itu merupakan perwujudan rasa ketidakpuasan mereka atas kegagalan. Sikap semacam itu, tentu saja sangat kita sayangkan. Mengapa? Karena, hakikat kegagalan UAN salah satunya akibat kemalasan siswa sendiri. Mereka kurang mempersiapkan diri dengan baik. Mereka menganggap ikut UAN berarti lulus. Toh, pelajaran yang di-UAN-kan cuma beberapa saja, tidak keseluruhan. Antara lain, bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan matematika. Itu pun nanti waktu ujian bisa saling kerja sama, saling contek, dan tindak kecurangan lainnya. Sikap siswa yang demikian akhirnya menjadi blunder bagi dirinya sendiri, yakni berupa gagal dalam UAN. Selain persiapan yang kurang maksimal, juga kurang berserah diri kepada Allah alias tawakal. Mereka anggap dengan belajar saja cukup tanpa menyandarkan hasil akhir kepada-Nya. Jiwa religius semacam inilah yang kurang dimiliki siswa, baik yang lulus, apalagi yang tidak lulus. Seolah-olah lulus tidaknya UAN itu hanya tergantung ikhtiar mereka sebagai manusia. Padahal, di atas mereka masih ada Dzat yang Maha Menentukan segala-galanya, yaitu Allah yang Mahakuasa. Kalau sudah gagal begini bagaimana? Jalan satu-satunya adalah bersabar dan tawakal sesuai firman Allah di atas. Di dalamnya mengandung makna melakukan koreksi diri, berusaha keras mengikuti UAN tahun depan, serta bertawakal kepada Allah. Ini perlu dilakukan agar terhindar dari tindakan negatif yang kontraproduktif dan destruktif. Tidak ada gunanya lagi menyesali kegagalan tahun ini karena toh itu akibat kemalasan sendiri sebelum menempuh UAN. Yang penting sekarang adalah berdiri tegak menatap masa depan. Hal itu harus diwujudkan dengan belajar yang lebih keras, tekun, dan tanpa kenal lelah. Jangan lupa pula menyerahkan segala usaha kepada Dzat yang Maha Berkehendak. Insya Allah dengan dua bekal, yaitu sabar dan tawakal tadi, kegagalan saat ini dapat ditebus dengan menembus UAN tahun depan. Allah pasti memenuhi janji-Nya, yaitu siswa yang sabar dan tawakal di saat gagal UAN sekarang, pasti akan beruntung dalam UAN yang akan datang. Percayalah.

DARI: Saiful Ayshad
http://lirboyo.com

Diposting oleh ABDURRAHMAN on 1.05.2010

0 komentar

Posting Komentar